Alhamdulillah setelah 24 tahun tidak bertemu, akhirnya saya diberi kesempatan bersilaturrahim bersama teman-teman alumni SMADA Lumajang angkatan 2012. Maaf, teman-teman jangan kaget dulu, memang benar lulus nya tahun 2012, kok 24 tahun lamanya saya katakan?

Begini pemirsa, saya bukanlah alumni SMADA Lumajang, tapi istri sayalah yang alumni disana dan saya diminta untuk mendampinginya saat menghadiri acara tersebut. Dan itu artinya saya baru pertama kali bertemu teman-teman alumni SMADA Lumajang.

11742795_826153157492323_8887046584362497623_n

Inilah wajah-wajah teman alumni SMADA Lumajang 2012

Pada acara tersebut, ada yang berbeda dengan reuni-reuni biasanya. Maksud saya, beda dengan reuni yang biasa saya hadiri sebelumnya. Dimana, seperti biasa saya biasanya menjadi bagian dari perencana, atau katakanlah sebagai panitia, yang mengorganisir suatu acara mulai dari persiapan hingga proses selesai. Terkadang sekedar menjadi anggota reuni, bayar kontribusi sesuai ketentuan panitia dan datang di hari dan waktu yang telah ditentukan. Kemudian berbagi cerita, pengalaman dan saling menanyakan antara satu dengan yang lainnya.

Berbeda dengan reuni yang saya hadiri kemarin. Disini saya statusnya numpang, ikut-ikutan dan berpartisipasi dalam acara yang direncanakan. Namun yang lebih mengejutkan, panitia meminta Istri saya beserta suaminya, yakni saya sendiri untuk maju ke depan guna berbagi kisah dan pengalaman mengenai apa yang telah kami lakukan. Yupz, benar sekali. Nikah muda.

Sesungguhnya, apa sih yang istimewa dari nikah muda? Mengapa hampir setiap orang yang kami jumpai sering kali mempertanyakan apa dan bagaimana tentang nikah muda? Jujur saja kami senang diminta berbagi pengalaman, namun yang belum saya mengerti, dimana sih menariknya orang yang nikah muda? Padahal menurut saya pribadi biasa saja.

Baiklah, setelah kami berada di depan. Istri saya memulai pembicaraan mengenai apa yang telah kami alami, dengan bahasa dan gaya penyampaianya yang khas darinya. Untuk yang mau tahu apa yang dia sampaikan, silahkan minta kepada istri saya Vinda untuk menuliskan kisahnya yang sama. Setelah kurang lebih lima menit berlangsung, istri saya mengakhiri. Dan akhirnya dibuka sesi pertanyaan, namun anehnya pertanyaan ditujukan kepada saya semua. Padahal yang menyampaikan materi istri saya. Ah, macam presentasi segala bahasanya. 😀

Pertanyaan pertama datang dari seorang lelaki, namanya Ramadhan Andi Wicaksono. Pertanyaannya begini kurang lebih, bagaimana ketika mas bertemu dengan calon mertua waktu itu. Karena sistemnya dialog, saya langsung menanggapi, dan jawaban saya kira-kira demikian:

Apapun dan bagaimanapun, ketika kita menyampaikan sesuatu dan ada hal yang kita harapkan dari penyampaian kita, waktu itu saya kan mengharapkan anaknya (si bapak, calon mertua waktu itu). Katakanlah apa adanya, sesuai yang dilakukan, sesuai yang dirasakan. Jangan pernah merekayasa sesuatu, sebab yang namanya rekayasa tidak ada yang sempurna. Waktu itu, saya bilang kepada calon mertua. Pak, niat saya kesini yang pertama ingin ibadah. Kedua, saya ingin mengenal lebih jauh tentang keluarga disini, saya niat serius dengan anak bapak. Dan yang saya sampaikan adalah sesuai dengan yang saya lakukan dan rasakan saat ini, adapun mengenai kelanjutan dari niatan saya, sepenuhnya dan segalanya saya serahkan kepada yang memiliki taqdir.

Kemudian saya juga katakan (masih kelanjutan jawaban dari pertanyaan yang pertama), karena saya sudah wisuda atau katakanlah saya kakak tingkat teman-teman yang ada disini. Sesungguhnya menghadapi calon mertua itu sama rasanya dengan menghadapi dosen menguji saat skripsi. Bedanya kalau menghadap dosen penguji kita datang dengan hasil tugas akhir, dan bila menghadap calon mertua kita datang dengan cinta.

Pertanyaan yang kedua datang dari mas Ferdi Firmantoro, dia adalah seorang mahasiswa di Universitas Brawijaya Malang. Banyak prestasi yang ditorehkannya dalam bidang kepenulisan dan intinya dia adalah orang yang berprestasi dibidangnya. Pertanyaanya begini kira-kira, apa yang meyakinkan mas untuk menikah muda selain alasan agama?

Seperti biasa saya langsung menjawab; apapun yang kita hadapi dalam hidup ini, modal yang paling penting dan utama adalah mental. Saya juga tidak mengerti bagaiman saya merasa siap secara mental, karena mungkin dari sekian proses kehidupan yang telah saya alami sebelumnya. Kalau boleh cerita, dulu saya kuliah dengan biaya sendiri, setiap harinya, saya tidak pernah mau tahu apa dan bagaimana dengan biaya yang harus dibayar ketika sudah tiba waktunya. Dan Alhamdulillah selalu ada jalan bagi saya, baik melalui jual beli handphone, laptop hingga menjadi tukang ketik pada sebuah kantor notaris di kota saya tinggal dan kuliah waktu itu.

Sebelumnya, perlu diketahui bahwa istri saya bukanlah perempuan pertama yang saya temui. Sebelumnya saya sudah pernah bertemu dengan perempuan lain, tapi anehnya dari mereka setiap saya menyatakan niat saya untuk bertemu dengan orang tuanya. Mereka tidak menghiraukan, jadi saya merasa dipermainkan. Saya tidak suka dipermainkan. Padahal saya menyatakan dengan keseriuan tanpa ada niatan untuk mempermainkan. Sebab saya memiliki adik yang usianya beda 17 belas tahun dari saya. Saya sangat menyayanginya, saya merasa tidak terima bila adik saya dipermainakan sama seperti saya mempermainkan perempuan lain. Dan disinilah kekaguman saya terhadap istri saya, meski kami tidak pernah saking mengenal, tidak pernah bertemu sebelumnya. Istri saya langsung memberi isyarat lampu hijau saat saya menyatakan keseriusan saya. Dia langsung minta saya menghadap ayahnya, dan sebagai lelaki saya merasa tertantang untuk menghadap beliau. Saya ingin membuktikan seberapa besar mental dan nyali saya untuk menemui orang yang paling asing waktu itu. Jadi intinya, mental adalah modal penting dan yang utama dalam melakukan setiap hal, demikian juga yang menguatkan keyakinan saya nikah muda, yakni mental siap nikah muda. 🙂

Kemudian yang ketiga dan merupakan yang terakhir. Sebuah pertanyaan datang dari mas Gondrong, maaf saya tidak tahu namanya, soalnya dia tidak memperkenalkan diri. Dia bertanya; Bagaimana caranya kalau ada yang punya mental siap kawin tapi tidak punya mental siap nikah? Seketika itu, sorai teman-teman menjadi pecah, memenuhi ruang terbuka halaman SMADA Lumajang. Entah apa dan bagaimana pikiran mereka mendengar pertanyaan tersebut, saya tidak berusaha mengetahuinya.

Saya langsung menjawab, Hal yang seperti itu kita bisa tanya dan sadari oleh diri sendiri. Sadari bahwa hidup ini tidak sekedar di dunia ini saja, tapi yakinilah dengan penuh kesadaran bahwa akan ada kehidupan yang selanjutnya. Kemudian, apapun itu, mari kita upayakan memilih yang bernilai. Dan itu terserah masing-masing pribadi, mau yang nilainya baik, kurang baik atau tidak baik sama sekali, itu semua pilihan. Seperti teman-teman yang datang kesini. Dimulai dari niat, boleh memilih niat yang baik, atau yang sebaliknya. Hingga sampai di tempat ini, proses kedatangannya saat bertemu teman-teman, boleh memilih cara yang baik atau yang kurang baik. Namun apapun yang kita lakukan, mari diupayakan segalanya bernilai yang terbaik. Bersyukur bila hal itu bernilai ibadah dan menjadi nilai investasi masa depan kita di kehidupan selanjutnya.

Setelah itu kami mengakhiri kesempatan berbagi sebagaimana yang diminta oleh panitia. Dan setelah kami sampai di belakang, istri saya bilang, “Abi sudah pantas jadi penulis dan pembicara seminar, tadi teman-teman menjadi hening nyimak abi. Sepertinya abi berhasil menarik perhatian mereka”. Ah, saya hanya menarik nafas panjang dan tersenyum bahagia. Bahagia karena (terus terang) saya grogi berada di depan, pasalnya ini adalah dadakan.

Tidak selesai sampai disini, di akhir sesi lagi-lagi panitia minta saya berdoa untuk alhmarhum temannya yang meninggal 2 tahun yang lalu beserta para guru yang telah mendahului. Dengan pasrah saya maju kedepan, dan berdoa untuk semuanya. Semua yang hadir, semua yang meninggal dan semua keluarga besar SMADA Lumajang. Saya ulangi dalam tulisan ini, monggo yang ingin mengaamiini.

Dimulai dengan basmalah, pujian dan sholawat.

Ya Allah, kami mohon malam ini, berkahilah semua yang ada disini, semua yang berkumpul dan semua yang telah kami lakukan. Ya Allah, engkau yang Maha Pengasih. Kami mohon rahmat dan belas kasihmu, ampunilah semua alumni, guru-guru dan semua keluarga besar SMADA Lumajang yang telah mendahului. Ampunilah segala dosanya, terimalah amal baiknya dan berikanlah tempat yang baik disisiMu., dan pertemukanlah kami semua keluarga besar SMADA Lumajang di surgamu. Ya Allah, berikanlah kami semua yang hadir malam ini (saya tambah: dan yang baca tulisan ini) kehidupan yang baik, masa depan yang baik, kesuksesan yang baik. Baik di dunia dan baik diakhirat.

Kemudian saya tutup kembali dengan sholawat, pujian dan fatihah.

Tulisan ini saya dedikasikan untuk teman-teman alumni SMADA Lumajang angkatan tahun 2012. Dan, saya sampaikan bahwa tulisan ini tidak persis seperti aslinya (saat saya berbicara di depan mereka), sengaja dirubah untuk memperjelas dan melengkapi nilai dan maksud yang hendak saya sampaikan. Sebab mungkin kemarin banyak hal yang saya sampaikan kurang tepat mungkin, karena memang dadakan dan benar-benar tanpa persiapan.

Salam. 🙂