2014
Alhamdulillah pagi ini kita telah diberikan kesempatan, kemampuan serta segenap anugerah berharga yang mungkin tidak akan pernah kita ketahui secara pasti jumlahnya. Yang jelas kita masih diberikan kesempatan hidup, menyambung hari-hari untuk suatu hal yang lebih bermakna dan berguna untuk semua, diri saya pribadi dan anda semua.

Sebagai ummat beragama, terlebih yang islam dan yang beriman (selain islam saya kurang faham yaaa!). Kita telah dengan sangat akrab dan lumrah mendengar kata ‘keberkahan’. Minimal, ketika kita hendak makan, sudah pasti dan tentu kita baca ‘Allaahumma baariklanaa,, dst..’. Dimana maksudnya tiada lain dan tak bukan adalah untuk memohon keberkahan dari rizqi yang diberikan Allah dalam bentuk makanan yang hendak kita santap ketika itu.

Banyak orang mengetahui, mengerti bahkan sangat memahami apa arti dari keberkahan itu sendiri, namun betapa sedikit dari kita yang memperhatikan akan datangnya keberkahan itu sendiri. Betapa tidak, tidak sedikit kita menyalahi aturan (secara prosesi keagamaan) dalam bertindak, tidak jarang pula kita temui hal-hal yang tidak pantas (dalam agama) namun kita enggan atau mungkin lalau untuk membenahinya.

Adalah contoh yang sangat sederhana, dekat dan telah kita rasakan serta lalui bersama. Di tahun ini, 2014 tepatnya, kita telah melalui serangkaian prosesi pada tahun ini yang semuanya saya rasakan begitu naif dan sangat memprihatinkan kala menyaksikannya. Mungkin saudara-saudara juga merasakan, namun belum ada mampu menyadari secara menyeluruh dari persoalan yang terjadi, sama seperti saya. Semoga Allah mengampuni kelalaian ini.

Setidaknya, ada dua hal yang menjadi sorotan utama (di mata saya) dalam penulisan artikel kali ini. Ialah datangnya ramadhan dan digelarnya pemilihan presiden pada tahun 2014 ini. Jika kita mencermati, sesungguhnya dua peristiwa ini adalah poros dan potensi besar dalam mengkeruk nilai-nilai hikmah yang di dalamnya insya’Allah sudah pasti ada keberkahan.

Pertama, datangnya ramdhan. Kita semua tahu bahwa ramadhan adalah bulan yang mulia. Mulia dengan segala atribut dan segala perlengkapannya. Ramadhan punya peristiwa mulia, ramadhan punya ritual (ibadah) mulia, bahkan Allah sendiri telah menghormati ramdhan karena memang ramadhan dicipta sebagai bulan yang mulia.

(Dalam islam) Kita sudah pasti mengenal Allah, Dia adalah sesembahan kita, yang menciptakan kita (beserta segalanya), saya bersama anda. Dia sebagai pencipta telah memuliakan ramadhan, lalu bagaimana bisa kita yang sebagai ciptaan begitu lancang menciderai ramadan dengan berbuat fakhsyaa’ dan mungkar pada bulah yang dimuiakan oleh sesembahan kita? Padahal, jika kita berkenan untuk berfikir, Allah itu lebih pantas dan berhak untuk menciderai ramadhan karena Dia yang menciptkan, namun kenyataan tidak. Berarti kita sudah menembus batas kelancangan dari kodratnya dan telah merobohkan pilar-pilar hamlum minAllah. Tentu hal ini telah meruntuhkan keberkahan dari datangnya ramadhan untuk kita.

Kedua, pemilihan presiden perioden RI 2014 -2019. Sudah kita lalui bersama, kemarin pada hari rabu, 9 Juli 2014 pada TPS (Tempat Pemungutan SUara) di daerah masing-masing secara serentak dan bersamaan. Di sini lebih parah, dimana interaksinya adalah dengan sesama yang cenderung terjadinya kesalahan juga menyangkut hak-hak atas kemanusian.

Mengenai peristiwa kedua ini (pemilihan presiden), mungkin perlu saya sampaikan lebih jelas dan detail agar kita bisa merasakan betapa pedihnya batin tahun 2014 ini. Meski kita ketahui tahun 2014 itu sebagai waktu, namun sudah pasti ia adalah makhluk Allah yang sengaja dicipkanNya untuk menyaksikan serangkaian peristiwa dalam hidup kita sepanjang waktu saat ini. Berikut akan saya perinci satu persatu, dengan mengklarifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu pra dan pasca pemilihan :

  1. Kampanye (pra pemilihan). Sepanjang tahun ini, paling tidak kita telah dua kali menyaksikan serta melaksanakan perhelatan publik secara besar-besaran di negeri ini. Pada pemilihan legislatif kemarin ingga pemilihan presiden saat ini. Dan sepanjang itulah telah banyak pula pelanggaran-pelanggaran hukum yang tentu tersangkut paut dengan hak-hak kemanusiaan. Contoh nyata yang masih jelas dan lekat dalam ingatan kita adalah pernyataan dan pemberitaan PDI-P sebagai Komunis, pak Jokowi yang tidak jelas silsilahnya, rekayasa blusukan hingga pemberitaan pencuian uang oleh PT rakabuming, koalisi merah putih sebagai penampung mafia, mulai dari mafia sapi, mafia lapindo, mafia haji dan yang lainnya, pak Prabowo sebagai penjahat HAM, pak Prabowo yang telah menghina Gus Dur, dan seterusnya.
  2. Perselisihan hasil antara Quick Count, Exit Poll hingga Real Count (pasca pemilihan). Sangat jelas dan nyata kesalahannya dengan adanya lembaga-lembaga Quick Count dimana bagi saya perannya dalam masalah ini tidak begitu penting. Betapa tidak, sebagus apapun kicauannya dan seindah apapun celotehnya hingga mampu menyihir ribuan bahkan jutaan penduduk Indonesia untuk percaya, bagi saya tetap saja nihil. Saya lebih setuju Quick Count ditiadakan saja. Mengapa? Tentu saja punya alasan dalam pernyataan ini. Pertama; Quick Count telah merusak mental kesabaran rakyat Indonesia. Dalam islam, kami sebagai penganut agama ini telah dianjurkan untuk bersabar, namun pada kenyataan berpolitik kali ini kita telah digiring untuk keluar dari anjuran agama yang seharusnya dan sepantasnya kita lebih junjung tinggi melebihi segalanya. Kedua; Quick Count tidak menggiring rakyat Indonesia untuk berpegang teguh pada falsafah ‘bhinneka tunggal ika‘. Semua memahami bahwa bhinneka tunggal ika itu menyatkuan perbedaan, namuan ternyata hingga saat ini Quick Count telah mentransformasikan mental untuk melekatkan rasa perbedaan antar sesama rakyat Indonesia. Terbukti, hingga saat ini melihat komentar-komentar di media pemberitaan hasil Quick Count masih amat sangat sinis, tajang dan menohok andai saja saya yang (berperan pada pihak tertentu) dituju kata-kata itu. Ketiga; Quick Count telah melakukan hal yang sia-sia. Sebab pada akhirnya nanti semua yang disampaikan Quick Count tidak akan berarti karena hal itu tidak punya nilai untuk merubah keputusan. Dan hnya Real Count lah yang berhak menentukan dan memutuskan siapa yang berhak menjadi pemenang yang sesungguhnya.

Sebagai warga negara, tentu saya berharap bangsa ini lebih baik. namun bila menyaksikan prosesi yang begitu miris rasanya, bagaimana mungkin harapan itu bisa tercapai? Bukankah hasil itu juga dipengaruhi oleh proses? Pasti! Semuanya juga sepakat bukan?

Menyikapi hal ini, saya hanya berharap jargon-jargon yang telah lama berseliwerah sejak pra pemilihan itu benar-benar dilaksanakan, baik yang ‘IndONEsia Bangkit’ atau yang ‘Revolusi Metal’. Namun kalau boleh kita telaah pada peristiwa yang telah terjadi, apakah tindakan-tindakan pada pra dan pasca pemilihan diatas sudah mengarah pada dua jargon tersebut? Ini PR untuk semua..!!

Demikianlah mungkin yang dapat saya sampaikan pada kesempatan kali ini, tidak lupa pula sebagai orang yang faqir akan pengetahuan saya mohon maaf bila sekiranya terdapat banyak hal kesalahan dalam tulisan yang anda baca. Mungkin saya termasuk pada orang yang ‘takuluuna ma laa ta’lamuun’ (berbicara sesuatu yang tidak diketahui), namun terlepas dari itu, saya sangat berharap negeri ini bisa lebih baik dengan terpilihnya presiden yang baru nanti.

Sebelum saya mengakhiri tulisan ini, saya ingin menyampaikan satu hal untuk bapak Prabowo Hatta dan bapak Jokowi JK. Meski saya tidak pernah berkampanye untuk salah satu dari anda bapak-bapak, saya mohon maaf atas segala yang mungkin saja terjadi dan saya lakukan atas pribadi dan golongan dari anda bapak-bapak. Bila saja saya terlanjur menjelek-jelekkan bapak, berkenanlah kiranya bapak-bapak semua memaafkan saya, meski pada kenyataannya saya tidak pernah ikut serta dalam praktik politik.

Selanjutnya saya mohon maaf kepada semua kubu dari manapun dan dimanapun keberadaanya. Terimalah salam damai dan persatuan dari saudaramu, Djie.