Selayaknya manusia biasa, tiada yang bisa menjadikan suatu persoalan begitu sempurna, siapapun itu kecuali mungkin Rasulullah dan hamba-hamba pilihan yang dikehendaki Allah semata.
Melanjutkan ulasan Rambu-Rambu Toleransi sekaligus status facebook yang kemarin saya posting, ada yang kurang lengkap rasanya setelah melihat komentar teman-teman dibawahnya. Melalui kesempatan ini saya hendak menyelesaikan tanggung jawab ini, yakni menuntaskan ulasan yang telah saya buat. Sehingga hidup saya tidak akan merasa terbebani lagi setelah semua ini berakhir. *Ah, terlalu dramatis yah bahasanya 😀
Sebagaimana yang dimaksud di atas, pada tulisan tersebut saya sampaikan tentang toleransi terkain beredarnya berita himbauan menteri agama dan wakil presiden yang terkesan mendiskreditkan ummat islam. Selanjutnya, pada status facebook saya posting tautan berita tentang himbawan dari Bupati Pamekasan yang meminta agar warganya tidak menggunakan pengeras suara saat mengaji lebih diatas jam 10 malam, sebab yang demikian dikhawatirkan mengganggu warga sekitar.
Sekarang coba kita timbang menimbang, antara himbawan dari Wakil Presiden dan Menteri Agama dengan Bupati Pamekasan lebih baik mana? Yang sependapat dengan saya, pasti bilang lebih setuju lebih baik himbauan Bupati Pamekasan. Namun andai saja kita memunculkan variabel lain, tentu Bupati Pamekasan masih kurang.
Variabel yang saya maksud disini, tidak adanya himbauan dari Bupati Pamekasan untuk menghentikan Sound atau Speaker dengan kriteria jam yang sama bagi warga yang punya hajatan seperti walimahan dan sejenisnya. Berdasarkan aspirasi yang saya dapatkan, hal ini dirasa timpang (berat sebelah).
Namun bagaimanapun saya tetap berharap, semua himbauan tersebut bisa dipahami dengan sangat bijaksana sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dimiliki. Bijaksana yang saya maksud disini warga dapat mengkondisikan sesuai dengan medan dan daerah masing-masing. Wallahu a’lam bisshowab. 😉
Salam hangat dari Kota Malang untuk nuansa Ramadlan yang sangat kita semua rindukan, semoga hari-hari kita menjadi lebih baik sebab berkah Ramadlan Al-Karim. 🙂
jampang said:
harusnya berlaku juga bagi walimahan yang biasanya nyetel musik keras-keras dari siang sampe malam 😦
SukaSuka
Mas Djie said:
Benar sekali kang, malah menurut saya yang seperti itu seharusnya yang harus diberi perhatian lebih
SukaSuka
febridwicahya said:
Aku masih bingung, sebenernya larangan nyalain speaker mengaji itu benar atau salah? ada yang pro dan kontra.
Tapi menurut saya, ngaji nggak harus keras. Di al a’raf 55 ‘berdoalah kepada rabbmu dengan suara halus dan lembut, sesungguhnya Allah nggak suka dengan hal yang berlebihan’ yah, aku masih kurang tau deh :’
SukaSuka
Mas Djie said:
Hahaha,, benar sekali itu. Andai kata kita berdoa dalam hati sekalipun, Allah tetap dengar kok, tapi demikianlah masyarakat kami merayakan ramadlan. Biasanya selepas sholat taraweh mereka tadarus al-Quran. Nah, berkenaan dengan hal itu, Bupati kami menyebarkan selebaran atas nama dan tanda tangan beliau untuk tidak menyalakan speaker di atas jam 10 malam. Masalah pro dan kontra itu sudah biasa, dalam hal apapun itu 🙂
SukaSuka